JAKARTA, Inisiatifnews.com – Ketua bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis menyampaikan, bahwa saat ini tidak mungkin umat Islam mendirikan negara seperti halnya yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.
“Bukan dilarang mendirikan negara seperti Nabi SAW di Madinah, tapi tak mungkin dilaksanakan,” kata kiai Cholil, Minggu (17/4).
Karena ketika mendirikan negara seperti era Rasulullah, maka pemimpin hingga hakimnya harus seorang nabi dan rasul yang mendapatkan wahyu langsung dari Allah SWT.
Sementara, Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir, sehingga tidak mungkin ada nabi lainnya setelah Rasulullah.
“Sebab sudah tak ada lagi Rasul dan Wahyu tak akan turun lagi,” ujarnya.
Pun demikian, mendirikan negara adalah bagian dari kewajiban yang harus dilaksanakan agar kehidupan masyarakat bisa terlindungi dengan baik.
Kiai Cholil Nafis menekankan bahwa di dalam menjalankan negara, yang dilaksanakan adalah bagaimana menegakkan keadilan dengan format yang telah disepakati di dalam organisasi kenegaraan itu.
“Substansinya wajib dilaksanakan, yaitu penegakan keadilan yang menjadi ruh dalam bernegara dengan format yang disepakati rakyat,” tegasnya.
Pendapat ini juga seirama dengan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. Di mana ia berpendapat bahwa mendirikan negara adalah sebuah sunnatullah.
“Menurut Islam, mendirikan negara itu wajib sebagai alat untuk beribadah. Buktinya, Nabi mendirikan negara,” kata Mahfud, Kamis (7/4).
KMahfud memberikan penjelasan bahwa mendirikan negara yang sama persis dengan Nabi Muhammad SAW tentunya salah dan haram. Penjelasan ini dikatakan Mahfud bukan berarti mengharamkan cara bernegara Nabi saat itu.
“Tapi mendirikan sistem bernegara seperti yang dibangun haram (murtad). Sebab negara yang dibangun Nabi kepala negaranya adalah Nabi. Pembuat hukum (legislasi) Allah dan Nabi, hakimnya juga Nabi sendiri. Nah, sekarang tak ada Nabi. Muhammad adalah Nabi terakhir. Tak ada Nabi baru yang bisa menjadi kepala negara,” tutur Mahfud.
Dengan perspektif itu, Mahfud akhirnya menganggap tidak bisa menjalankan sistem bernegara sama persis seperti yang dijalankan oleh Rasulullah Muhammad SAW tersebut.
“Maka haram mendirikan sistem bernegara seperti yang dibangun Nabi,” tambahnya.