Jakarta – Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Gerindra, Yan Permenas Mandenas, meyakini ada indikasi upaya menghalangi dalam penanganan kasus mutilasi terhadap warga Papua oleh enam orang oknum TNI.
Hal tersebut dapat ditelisik dari keterangan Kepala Staf Umum Mabes TNI AD yang terkesan membatasi informasi kepada masyarakat.
“Ya saya pikir ada indikasi bahwa ada upaya untuk menghalang- menghalangi, karena saya liat sendiri dari Kasum Mabesad ngomong ke publik lewat tv tidak transparan dalam mengungkapkan bahwa mereka ini sudah tersangka dan sebagai pelaku,” kata Yan di Komplek DPR MPR, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Yan menekankan, seharusnya Mabes AD bergerak cepat merespon perkembangan informasi kasus mutilasi yang menjadi perhatian publik.
“Jadi apalagi yang ditunggu, menunggu hasil penyidikan? wong orang semua sudah tau. Ini era transparasi, era digitalisasi, era medsos seperti begini kejadian mau di hutan belantara manapun juga masyarakat bisa mengakses dan mengetahui siapa pelaku-pelaku nya sudah diketahui semua,” ucapnya.
Yan juga menyoroti soal motif kasus tersebut, kalaupun ada motif indikasi perdagangan dan penjualan senjata, para oknum TNI AD tidak seharusnya melakukan perbuat sadis seperti itu.
“ Bukan kewenangan TNI untuk harus melakukan pembasmian secara sepihak terhadap para korban, tapi minimal mereka tangkap, serahkan kepada pihak kepolisian untuk penyelidikan lebih lanjut,” tegasnya.
Diketahui, kasus dugaan mutilasi warga sipil di Mimika, Papua turut melibatkan dua perwira TNI Angkatan Darat. Yakni Mayor Inf HF dan Kapten Inf DK. Keduanya sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Selain kedua perwira, polisi militer juga menetapkan empat tersangka lain berinisial Praka PR, Pratu RAS, Pratu RPC dan Pratu R. Jadi total prajurit ditetapkan tersangka sebanyak enam orang.
Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto pasal 55, 56 KUHP dan atau Pasal 365 KUHP dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.