Presiden Harus Perintahkan Panglima TNI & KASAD untuk Tegas Hentikan Penyerangan, Provokasi Hingga Tindakan Pelanggaran Hukum Prajurit

banner 468x60

Jakarta – Aksi penyerangan dan kekerasan yang dilakukan oknum anggota TNI kembali lagi terjadi di Jeneponto, Sulawesi Selatan pada Rabu dini hari (26/4). Tindakan ini terjadi secara berturut-turut setelah sebelumnya terjadi di Kupang, NTT seminggu sebelumnya pada Rabu (19/4). Tak hanya itu, video yang beredar di media sosial yang dilakukan oknum TNI yakni seorang perwira tinggi yang menyampaikan pernyataan tidak sepantasnya yakni memerintahkan melakukan sweeping paska kejadian Kupang.

Centra Initiative, PBHI Nasional, Imparsial dan ELSAM secara tegas menyatakan bahwa tindakan serangan dan kekeraaan terhadap tempat tertentu yang mengakibatkan situasi dan kondisi tidak aman seperti yang terjadi di Kupang dan Jeneponto adalah hal yang memprihatinkan.

Read More
banner 300x250

“Rasa aman masyarakat terganggu dan terancam oleh kondisi yang terjadi. Oleh karena itu, serangan dan kekerasan itu tidak dapat dibenarkan dengan alasan apapun.” tegas keterangan pers dari Centra Initiative, PBHI Nasional, Imparsial, ELSAM, Kamis (27/04/2023).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari berbagai sumber media, serangan dan kekerasan itu ditujukkan pada fasilitas milik kepolisian yang diduga kuat dilakukan oleh oknum anggota TNI.

Diketahui, serangan oleh oknum anggota TNI terhadap fasilitas kepolisian bukanlah kasus yang pertama terjadi. Beberapa kasus konflik TNI dan Polri telah terjadi beberapa kali di masa Reformasi ini.

Centra Initiative, PBHI Nasional, Imparsial dan ELSAM mengecam tindakan penyerangan ini. Penyerangan disertai pengrusakan dan kekerasan yang terjadi di Kupang dan Jeneponto oleh siapapun tidak bisa dibenarkan secara hukum.

“Tidak bisa dibenarkan secara hukum. Tindakan kekerasan itu jelas adalah bentuk pelanggaran hukum yang melawan prinsip-prinsip negara hukum.” lanjut keterangan yang diterima redaksi.

Centra Initiative, PBHI Nasional, Imparsial, dan ELSAM sepakat mendorong agar semua pihak yang melakukan serangan dan kekerasan, dihukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku tanpa memandang siapa mereka dan dari institusi mana mereka.

“Penghukuman secara benar terhadap mereka menjadi penting untuk memastikan bahwa keadilan di negeri ini masih ada. Tidak boleh ada warga negara yang kebal hukum (impunitas).” tulis keterangan tersebut.

Lebih lanjut, Centra Initiative, PBHI Nasional, Imparsial dan ELSAM juga mengingatkan bahwa oknum yang berbuat adalah bagian dari aparat negara. Maka seharusnya hukuman yang ditimpakan justru harus lebih berat. Penghukuman terhadapa mereka seharusnya melalui mekanisme peradilan umum.

“Jika memang benar mereka yang melakukan kekerasan adalah oknum anggota TNI maka sebaiknya mereka diproses hukum yang adil dan benar.” tulis keterangan lebih lanjut.

Diketahui, selama ini proses hukum terhadap kasus serangan oknum TNI masih berlindung dalam mekanisme peradilan militer yang cenderung tidak maksimal dalam memberikan penghukumannya, akibatnya putusan kasus-kasus sebelumnya tidak menimbulkan efek jera. Dalam konteks itu, menjadi penting agar pemimpin sipil untuk melakukan reformasi peradilan militer guna menegaskan bahwa semua orang adalah sama di hadapan hukum yaitu dengan memastikan siapapun orang ketika terlibat pelanggaran hukum maka wajib diproses hukum dalam peradilan yang sama seperti warga negara lain melalui peradilan umum.

“Kami memandang, terjadinya kasus di Kupang dan Jeneponto menunjukkan masih adanya kultur militeristik yang belum hilang. Budaya penghormatan atas negara hukum belum sepenuhnya dijalankan dan dipatuhi. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan kualitas sistem pendidikan yang mengajarkan kepatuhan dan penghormatan terhadap sistem hukum dan negara hukum itu sendiri.” tulis keterangan pers Centra Initiative, PBHI Nasional, Imparsial dan ELSAM.

Lebih lanjut dijelaskan juga mengenai pemahaman esprit de corps yang keliru seringkali juga menjadi penyebab terjadinya kasus-kasus penyerangan dan kekerasan. Semangat itu semestinya hadir dalam medan peperangan ketika menghadapi musuh dari luar negeri yang berbentuk ancaman militer dan bukan justru untuk melakukan serangan dan kekerasan terhadap alat maupun lembaga negara.

“Oleh karena itu, pimpinan TNI maupun Polri perlu membangun pemahaman jiwa korsa yang tepat kepada anggota mereka dan memberikan pemahaman lebih serius tentang pentingnya penghormatan atas hukum di dalam negara hukum. Semua bentuk ketidakpuasan atas proses hukum dapat disampaikan pada komisi-komisi independen seperti Kompolnas dan Komnas HAM.” bebernya.

Terus berulangnya peristiwa serupa, maka Centra Initiative, PBHI Nasional, Imparsial dan ELSAM menilai diperlukan adanya pengawasan yang kuat dalam mengontrol pergerakan anggota di dalam tubuh TNI maupun Polri. Selain itu, DPR juga perlu melakukan pengawasan yang serius sehingga segala kesalahan dan pelanggaran hukum yang dilakukan benar benar dapat dihukum secara adil. DPR perlu melakukan pengawasan secara serius untuk mengatasi soal ini.

Berikut saran Centra Initiative, PBHI Nasional, Imparsial dan ELSAM dalam menanggapi hal tersebut :
1. Presiden segera memerintahkan KASAD dan Panglima TNI untuk memastikan tidak ada lagi tindakan penyerangan dan kekerasan yang dilakukan oknum anggota TNI terhadap fasilitas apapun.

2. Semua pihak, khususnya aparat keamanan untuk memastikan rasa aman masyarakat dan menjaga situasi yang kondusif di semua tempat.

3. Semua pelaku yang terlibat dalam tindakan penyerangan dan kekerasan diproses hukum dalam peradilan yang independen dan adil.

4. Presiden dan DPR segera melanjutkan dan merealisasikan agenda reformasi peradilan militer melalui revisi UU No. 31 Tahun 1997.

5. DPR melakukan fungsi pengawasan yang efektif untuk memastikan proses hukum berjalan dengan benar dan adil, serta fungsi kontrol sipil yang demokratis.

banner 300x250

Related posts

banner 468x60

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *