Jakarta – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, mengatakan adanya instruksi dari Presiden Prabowo Subianto agar Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh Indonesia seperti SPPG Polri.
Adapun instruksi tersebut muncul usai maraknya kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa wilayah, kecuali di SPPG yang dinaungi Polri.
Dadan mengatakan pembeda yang paling utama antara SPPG selain yang dinaungi Polri adalah adanya alat rapid test.
Ia menuturkan alat itu digunakan demi mencegah terjadinya kasus keracunan ke depannya.
Selain itu, sambungnya, perlunya penyempurnaan dari segi fasilitas bangunan SPPG.
“Pertama, seluruh bangunan yang dibangun oleh Polri itu kan standarnya bagus ya. Kemudian yang kedua, mereka melakukan rapid test sebelum makanan itu diedarkan,” kata Dadan saat rapat bersama Komisi IX DPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (1/10/2025), dikutip dari YouTube TV Parlemen.
“Instruksi Presiden bahwa seluruhnya nanti akan melakukan seperti itu,” sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai NasDem, Irma Suryani Chaniago, menyebut seluruh SPPG yang berada di bawah naungan Polri tidak ada yang berkaitan dengan kasus keracunan.
Irma menganggap fakta ini bisa menjadi contoh bagi SPPG lain terkait tata kelola dalam menyiapkan hingga mendistribusikan MBG.
“Saya punya informasi kalau Polri itu punya 600 SPPG loh, mohon maaf mungkin saya salah, tapi saya dapat informasi itu.”
“Tapi saya juga dapat informasi bahwa dapur yang di bawah Polri itu, itu nggak ada yang berkasus karena dapurnya sesuai dengan standar,” tuturnya.
BPOM Sebut Kasus Keracunan Imbas SPPG Baru Beroperasi Sebulan
Pada rapat yang sama, Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Taruna Ikrar, menyebut kasus keracunan yang terjadi akibat SPPG yang baru beroperasi selama sebulan.
Dalam pemaparannya, total SPPG yang baru beroperasi sebulan dan berkaitan dengan keracunan MBG sejumlah 18 dapur.
“(Sebanyak) 18 dari 19 SPPG yang bermasalah tadi ternyata itulah semua yang masih menimbulkan masalah sekarang ini. Sehingga kita lihat mulai dari bulan Juli-September awal ini, itu meningkat (kasus keracunan) karena masalahnya di SPPG tersebut,” katanya.
Berdasarkan slide yang diperlihatkan, ada lima hal yang menyebabkan terjadinya keracunan dan berasal dari makanan yang dibuat dan didistribusikan oleh SPPG bermasalah tersebut.
Pertama, terkait bangunan atau fasilitas yang tersedia, tidak memenuhi standar yang diberlakukan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dan tak sesuai pedoman yang tertuang dalam Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).
Selain itu, adapula masalah dalam pengendalian hama, tak memadainya fasilitas pendingin bahan makanan, serta tempat pencucian dan pengeringan ompreng yang tidak memadai.
Kedua, berkaitan dengan kehigienisan dan sanitasi, temuan menunjukkan pembersihan bangunan dan peralatan tidak optimal.
Ketiga, soal pengendalian faktor kritis, pemilihan hingga penyimpanan bahan baku makanan tidak sesuai standar.
Lalu, tidak tercapainya suhu dan waktu pemasakan, tak ada pemantauan tahap kritis seperti suhu lemari pendingin dan suhu internal produk.
Keempat, tentang pihak yang melakukan pemasakan makanan dan distribusi, mereka belum memiliki pengetahuan cukup soal keamanan pangan.
Selanjutnya, mereka juga tidak konsisten dalam memakai pengamanan diri saat memasak seperti memakai masker, sarung tangan, atau hair net.
Terakhir, keracunan terjadi karena adanya keterlambatan distribusi MBG di mana pengiriman makanan dilakukan lebih dari empat jam setelah memasak.
Kemudian, masalah berlanjut ketika ternyata MBG disalurkan tidak berdasarkan waktu pemasakan sehingga tercampur dengan makanan dari sekolah lain.
Dengan temuan ini, Ikrar mengatakan telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan BGN untuk melakukan perbaikan terkait program MBG tersebut.
Adapun rekomendasinya yakni perbaikan pengelolaan SPPG beserta sumber daya manusia (SDM) yang mengelolanya.
“Saya kira penyelesaian masalahnya kalau SPPG kita selesaikan Insyaallah berikutnya tidak terjadi lagi kejadian yang kita tidak inginkan,” kata Taruna.









