Jakarta – Gerakan Rakyat Anti Koruptor (Garantor) menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rangka melaporkan Anggota DPR RI Fraksi Partai Nasdem Ahmad Ali terkait dugaan korupsi kegiatan penambang ilegal yang telah merugikan aset negara dan melanggar ketentuan perundangan UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jo UU nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU nomor 31 tahun 1999.
Koordinator Garantor Miftahudin menjelaskan informasi yang dilaporkan tersebut berkaitan dengan hal tersebut adalah adanya kegiatan tambang ilegal di Kabupaten Morowali Prov. Sulawesi Tengah tepatnya di lokasi Blok Bahodopi Utara (eks PT. Vale yang berdasarkan Kepmen ESDM No. 1802K/30/MEM/2018 tanggal 23 April 2018 yang merupakan Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) milik PT. Aneka Tambang dengan perusahaan daerah milik Pemrov Sulawesi Tengah, milik Pemkab Morowali, dan menjadi pengelolaan swasta.
“Informasi dari pihak berwenang bahwasanya PT. Vale berstatus kontrak karya sejak tahun 1968 s/d 2015, namun kontrak karyanya telah berakhir tahun 2015 dan tidak ada perpanjangan. IUP-nya pun telah dicabut oleh Bupati Morowali 2013-2018 Sdr. Anwar Hafid, M.Si, namun beberapa tahun terakhir terlihat adanya kegiatan diduga ilegal di eks lokasi PT. Vale yakni di Blok 3 dan 4 yang berdampak langsung pada warga dan perkampungan sekitar,” tuturnya, hari ini.
Dikatakannya, penambang ilegal secara besar-besaran yang terjadi di wilayah tersebut diduga dilakukan Ahmad Ali dengan memanfaatkan Ijin Usaha Pertambangan miliknya yang dikeluarkan oleh Bupati Morowali pada tahun 2021 dengan alasan tumpang tindih dengan WIUPK blok Bahodopi Utara.
“Padahal, IUP yang dijadikan Ahmad Ali sebagai dasar legalitas PT. Oti Oye Abadi dan tidak terdaftar di dalam sistem Mineral One Data Indonesia (MODI) serta perusahaan tersebut telah dicabut oleh BKPM,” paparnya.
Ia melanjutkan sepak terjang Ahmad Ali diduga menyalahgunaan jabatan bisnis pertambangan tanpa izin resmi dan masih dalam proses sengketa dengan uraian sebagai berikut :
Pertama, Ahmad Ali mengklaim memiliki IUP yang dikeluarkan oleh Bupati Morowali thn 2010 dengan No SK.540.2/SK.016/DESDM/I/2010 atas nama PT. Oti Oye Abadi dan IUP tsb tidak masuk dalam Mineral One Data Indonesia (MODI)
Kedua, IUP tersebut telah dicabut oleh Bupati Morowali thn 2016 pada tahun 2016 sebagaimana surat Gub. Sulteng No. 540/611/DESDM tgl 6 september 2017 dan Berita Acara Clean and Clear (CnC) Ditjen Minerba.
Ketiga, Kepmen 1282 tentang WIUPK digugat ke PTUN oleh Oti Oye Abadi dengan putusan di tingkat PN dikalahkan, di tingkat banding dimenangkan, dan di tingkat Kasasi dikalahkan.
“Kegiatan penambang ilegal yang dilakukan oleh PT. Oti Eya Abadi (OEA) di Blok Bahodopi Utara Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah dengan penjelasan terlampir dan aktivitas tambang oleh Ahmad Ali banyak bersinggungan dengan kelompok terafiliasi eks napiter sehingga patut diduga berkaitan dengan tindak pidana pencucian uang dengan penjelasan terlampir,” tambahnya.
Berdasarkan hal tersebut, maka pihaknya menduga ada bau tak sedap dalam kegiatan penambangan nikel yang terjadi di Blok Bahodopi Utara Kabupaten Morowali Sulawesi Tengah adalah KEGIATAN ILEGAL karena tidak memiliki semua perijinan, tidak ada dokumen Analisis Dampak Lingkungan dan jaminannya serta merupakan bentuk perambahan hutan karena lokasi penambangan oleh PT. Oti Oye Abadi merupakan kawasan hutan lindung.
Selain itu, Ahmad Ali juga diduga kuat terlibat Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di wilayah Kabupaten Parigi Sulawesi Tengah.
“Kami meminta agar KPK untuk segera memproses laporan pengaduan kami. Selanjutnya segera panggil, periksa Ahmad Ali untuk mengusut tuntas kasus yang laporkan tersebut tanpa pandang bulu,” pungkasnya.
RILIS PERS
DUGAAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH AHMAD ALI (ANGGOTA DPR RI, FRAKSI PARTAI NASDEM)
Kegiatan Penambangan Ilegal Nikel terjadi di Blok Bahodopi Utara (eks PT. Vale) di Desa Ululere, Desa Bahomoahi, Desa Bahomotefe dan Desa Kolono Kab. Morowali Prov. Sulawesi Tengah, yang masih dalam sengketa antara PT. Oti Eya Abadi (OEA) milik Ahmad Ali dengan PT. Aneka Tambang (Antam) dan kegiatan PENAMBANGAN EMAS TANPA IJIN (PETI) di Kab. Parigi Moutong Prov. Sulawesi Tengah.
Berdasarkan informasi dari pihak berwenang, bahwa PT. Vale ini berstatus kontrak karya sejak tahun 1968 sampai 2015. Namun kontrak karyanya telah berakhir tahun 2015 silam dan tidak ada perpanjangan. IUP-nya telah dicabut jaman pemerintahan Drs. Anwar Hafid, M.Si, (Bupati Morowali Periode 2013-2018) namun beberapa tahun terakhir ini, terlihat ada kegiatan yang patut diduga ilegal di eks lokasi PT. Vale itu, yakni di blok 3 dan 4. Masalahnya penambangan yang diduga ilegal itu berdampak secara lingkungan ke perkampungan di desa-desa di sekitarannya. Ironisnya perusahaan yang melakukan penambangan di eks lokasi PT. Vale itu diduga ilegal.
Penambangan ilegal secara besar-besaran yang terjadi di wilayah tersebut dilakukan oleh Sdr. Ahmad Ali alias Mat Ali (Anggota DPR RI Fraksi Partai Nasdem) dengan memanfaatkan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) miliknya yang dikeluarkan oleh Bupati Morowali pada tahun 2021, dengan alasan tumpang tindih dengan WIUPK Blok Bahodopi Utara.
1. PENAMBANGAN ILEGAL NIKEL
Saudara Ahmad Ali menggunakan pengaruhnya sebagai anggota DPR RI untuk melaksanakan bisnis pertambangan secara ilegal yang dilakukan secara terstruktur serta terorganisir mulai dari tingkat eksekutif pada Prov. Sulteng sampai dengan Kabupaten dengan melibatkan orang-orang terdekatnya antara lain :
a. Rusdi Masse (Anggota DPR RI 2019-2024, Ketua DPW Partai Nasdem Prov. Sulawesi Selatan, mantan Bupati Sidrap 2008-2018), pemilik PT. Paragon (salah satu kontraktor yang terlibat penambangan illegal).
b. H. Arnilia M. Ali / Hj. Cicha (Adik Kandung Ahmad Ali, merupakan Ketua KONI Kab. Morowali dan Bendahara DPD Nasdem Morowali) yang ditengarai merupakan sosok yang mengatur pemilihan kontraktor penambangan pada wilayah Blok Bahodopi Utara.
c. Andri (tangan kanan Hj. Cicha) yang berperan untuk membawa kontraktor yang berminat meninjau lokasi. Sdr. Andri ditengarai menerima dana komitmen dari kontraktor.
d. Ahmad Ibrahim Labungasa (Kader Partai Nasdem DPW Morowali) tangan kanan Ahmad Ali dalam mengkoordinir perusahaan milik Rusdi Masse dari Sulawesi Selatan untuk masuk menambang dalam WIUP PT. OEA.
e. H. Samsu alias Raja Kelantan (Dewan Penasehat DPD Partai Nasdem Kab. Pangkep 2019-2024, orang tua dari Bupati Pangkep, pemilik Perusahaan PT. Batara) selama ini melakukan kerja sama dengan Ahmad Ali yang diberikan kesempatan untuk melakukan penambangan ilegal di WIUP PT. OEA melalui anak usahanya PT. Paragon.
Saudara Ahmad Ali menggunakan pengaruhnya sebagai anggota DPR RI untuk mempengaruhi dan mengintervensi proses Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dengan penjelasan sbb :
a. Sdr. Ahmad Ali mengklaim memiliki IUP yang dikeluarkan oleh Bupati Morowali pada tahun 2010 dengan nomor No SK.540.2/SK.016/DESDM/I/2010 atas nama PT. Oti Oye Abadi, dengan Peta yang tumpang tindih dengan WIUPK Blok Bahodopi Utara (Kepmen 1982)
b. IUP tersebut tidak masuk dalam Mineral One Data Indonesia (MODI) yang dijadikan landasan oleh Sdr. Ahmad Ali atas nama PT. Oti Oye Abadi yang tidak terdaftar di dalam MODI.
c. IUP tersebut telah dicabut oleh Bupati Morowali pada tahun 2016 sebagaimana surat Gub. Sulteng no 540/611/DESM tanggal 6 September 2017 dan Berita Acara Clean And Clear (CnC) Ditjen Minerba.
d. Kepmen 1282 tentang WIUPK digugat ke PTUN oleh PT. Oti Oye Abadi dengan putusan di tingkat PN dikalahkan, di tingkat Banding dimenangkan, ditingkat Kasasi dikalahkan dan saat ini Kementerian ESDM sedang melakukan upaya Peninjauan Kembali.
Saudara Ahmad Ali menggunakan pengaruhnya sebagai anggota DPR RI melalui PT. Oti Eya Abadi (OEA) melaksanakan kegiatan penambangan ilegal di Blok Bahodopi Utara Kab. Morowali Prov. Sulawesi Tengah dengan modus sbb :
a. Ahmad Ali selaku pemilik PT. OEA memerintahkan beberapa pihak antara lain Hj. Arnila / Hj. Cicha (adik kandung), Aim Labungasa, Andika, Tahir, Supriadi untuk mencari investor / kontraktor untuk menambang pada WIUP PT. OEA di Bahodopi Utara.
b. Pihak tersebut mengajak beberapa kontraktor untuk menambang dengan skema bagi hasil.
c. Hasil tambang diangkut dan dikapalkan melalui 3 jetty yaitu Jetty PT. Sulawesi Resources, Jetty PT. CMPP/PT. URM, dan Jetty PT. OEA.
d. Hasil penambangan ilegal PT. OEA seluruhnya dijual ke smelter PT. Sulawesi Mining Investment (SMI) di PT. Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan smelter lain di Sulawesi Tenggara yakni PT. Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT. Obsidian Stainless Stell (OSS).
e. Dokumen yang digunakan untuk menjual salah satunya adalah RKAB PT. Fadlan Mulia Jaya dan PT. Enersteel.
f. Adapun kegiatan penambangan ilegal yang dilakukan sebagai berikut :
1) PT. OEA melakukan kegiatan penambangan pada Blok Bahodopi Utara secara ilegal sejak tahun 2020 s.d Agustus 2022 karena sejak awal tidak ada nama PT. OEA di blok tersebut. Kegiatan tambang ilegal PT. OEA melibatkan banyak kontraktor lokal dan luar daerah. Lahan yang digarap oleh PT. OEA terinformasi merupakan kawasan hutan lindung.
2) Diduga PT. OEA mendapatkan dukungan kuat dari jajaran Pemerintah tingkat Kabupaten sampai dengan Provinsi karena Drs. Taslim (Bupati Kab. Morowali) masih memiliki hubungan kekeluargaan dengan H. Ahmad Ali dan juga Rudy Mastura merupakan Gubernur Sulteng dari Partai Nasdem.
3) Beberapa kontraktor yang terlibat dalam penambangan di Blok Bahodopi Utara oleh PT. OEA diantaranya PT. Paragon Mineral Indonesia milik Rusdi Masse (Anggota DPR RI / Mantan Bupati Sidrap) dan PT. Batara Prima milik H. Samsu alias Raja Klantan (Orangtua dari Bupati Pangkep).
4) Kuat dugaan bahwa dokumen yang dimiliki oleh PT. OEA untuk IUP Blok Bahodopi Utara adalah palsu karena Drs. H. Anwar Hafid (mantan Bupati Morowali sampai dengan 2018) tidak pernah memberikan tanda tangan pada PT. OEA untuk blok tersebut.
g. Kegiatan penambangan PT. OEA mulai dari proses pengangkutan, pemuatan, pengapalan dan penjualan yang melibatkan beberapa kontraktor pertambangan antara lain PT. Latalindo, PT. Uluno Nikel Nusantara, PT. Jasindo, PT. URM, PT. GMT, PT. Paragon, PT. RIS, PT. Panhaina, PT. RDM, PT. BUS, PT. Haikal, PT. Anugrah, PT. Dragon dan PT. Berlian.
2. PENAMBANGAN EMAS TANPA IJIN (PETI)
Aktivitas PETI tambang oleh Ahmad Ali banyak bersinggungan dengan kelompok terafiliasi eks napiter sehingga patut diduga terkait dengan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang dapat dijelaskan dengan penjelasan sbb :
a. Ahmad M. Ali diduga bekerjasama dengan eks Napiter dalam kegiatan PETI seperti dengan Sdr. Andi Ipong yang bertugas memasok persediaan BBM Bersubsidi Jenis Solar untuk Operasional PETI di Desa Kayuboko, Kec. Parigi, Kab. Parigi Moutong Prov. Sulawesi Tengah. Para eks Napiter juga diberikan tugas dalam hal menjaga keamanan untuk kegiatan aktifitas PETI.
b. Beberapa pihak yang ikut bekerjasama dengan Ahmad Ali dalam kegiatan PETI tersebut yakni Rusdi Masse sebagai pihak pendana kegiatan PETI dan seorang pengusaha Palu bernama Ko Jefri. Selain itu, ada juga Farid Podungge yang berperan sebagai perpanjangan tangan Ahmad Ali dalam mengendalikan PETI di Kab. Parigi Moutong Prov. Sulawesi Tengah.
c. Beberapa Lokasi aktifitas PETI oleh Ahmad Ali dkk di Kab. Parigi Moutong Prov. Sulawesi Tengah dengan menggunakan alat berat diantaranya :
1) Desa Kayuboko Kec. Parigi.
Luas lahan PETI sekitar 43 Hektar dengan penambang berjumlah 190 orang. Koh Jefri sebagai pemodal yang menguasai areal pertambangan seluas 7 Hektar dan buruh penambang sebanyak 50 orang. Kegiatan pertambangan menggunakan alat berat 14 alat berat (eskavator).
2) Desa Lobu, Kec. Moutong.
Luas lahan PETI sekitar 6 Hektar. Para penambang terbagi menjadi 5 kelompok masing-masing terdiri dari 20 orang untuk mengolah lahan rata-rata seluas 1 s.d 2 Hektar. Kegiatan pertambangan menggunakan alat berat 15 (eskavator).
3) Desa Buranga, Kec. Ampibabo.
Aktifitas PETI di Desa Buranga, Kec. Ampibabo dilakukan oleh Chandra (Pengusaha PETI) yang juga memiliki hubungan dengan Ahmad Ali. Selain itu, ada keterlibatan Rusdi A. Masse dalam aktifitas PETI tersebut. Aktifitas PETI di Desa Buranga sudah berlangsung sejak bulan Juni 2022.
4) Desa Olobaru Kec. Parigi Selatan
Luasan lahan PETI di Desa Olobaru sekitar 1,6 Hektar. Aktifitas PETI dipimpin oleh Sutikno (Warga Sidoarjo Jatim) dengan jumlah pekerja mencapai 25 orang. Kegiatan pertambangan menggunakan alat berat 2 unit eskavator.
3. DUGAAN TINDAK PIDANA / PELANGGARAN TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Berdasarkan fakta-fakta yang dilakukan oleh Ahmad Ali dan kroni-kroninya, dapat disimpulkan bahwa patut diduga telah terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan sebagai berikut :
a. UU nomor 4 Tahun 2009 juncto UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) pada pasal :
1) Pasal 158 yang menyatakan bahwa Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
2) Pasal 159 yang menyatakan bahwa Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e, Pasal 105 ayat (4), Pasal 110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
b. UU nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) Pasal 78 ayat (7) UU kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Paragraf 4 Kehutanan Pasal 36 angka 14 UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker) berbunyi: “Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (4) diancam dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 7.500.000.000,00 (tujuh miliar lima ratus juta rupiah).”
c. UU Nomor 18 Tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (UU P3H)
1) Pasal 17 ayat (1) UU P3H sebagaimana telah diubah dengan Paragraf 4 Kehutanan Pasal 37 angka 5 UU Cipta Kerja, hingga berbunyi sebagai berikut :
“Setiap orang dilarang : a. membawa alat-alat berat dan atau alat-alat lain yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan; b. melakukan kegiatan penambangan di kawasan hutan; c. mengangkut dan/ atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan; d. menjual, menguasai, memiliki da/ atau menyimpan hasul tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan; dan atau e. membeli, memasarkan, dan atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat
2) Untuk Sanksi Pidana disebutkan dalam :
a) Pasal 89
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja :
a. melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b; dan/atau
b. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
(2) Korporasi yang:
a. melakukan kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b; dan/atau
b. membawa alat-alat berat dan/atau alat-alat lainnya yang lazim atau patut diduga akan digunakan untuk melakukan kegiatan penambangan dan/atau mengangkut hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a dipidana dengan pidana penjara paling singkat 8 (delapan) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).
b) Pasal 90
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Korporasi yang mengangkut dan/atau menerima titipan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
c) Pasal 91
(1) Orang perseorangan yang dengan sengaja:
a. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf d; dan/atau
b. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Korporasi yang:
a. menjual, menguasai, memiliki, dan/atau menyimpan hasil tambang yang berasal dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf d; dan/atau
b. membeli, memasarkan, dan/atau mengolah hasil tambang dari kegiatan penambangan di dalam kawasan hutan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf e dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Berdasarkan informasi yang diuraikan diatas maka dapat disimpulkan adanya indikasi bahwa kegiatan penambangan Nikel yang terjadi di Blok Bahodopi Utara Kab. Morowali Prov. Sulawesi Tengah adalah kegiatan ilegal dikarenakan tidak memiliki semua perijinan, tidak ada dokumen Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dan jaminannya serta merupakan bentuk perambahan hutan karena lokasi penambangan oleh PT. Oti Oye Abadi merupakan kawasan hutan lindung. Selain itu, Ahmad Ali juga diduga kuat terlibat PETI di wilayah Kab. Parigi Moutong Prov. Sulawesi Tengah, bahkan memanfaatkan eks Napiter untuk menjaga dan mengusahakan PETI di berbagai lokasi tersebut diatas.
Memperhatikan hal-hal yang disampaikan diatas, apa yang dilakukan oleh Sdr. Ahmad Ali telah merugikan negara karena menghilangkan pemasukan negara berkaitan dengan pajak dan perijinan serta pertambahan nilai hasil tambang, disamping itu merusak lingkungan dan berpotensi menimbulkan bencana alam yang membahayakan masyarakat sekitar lokasi tambang.
Terima Kasih